Staisyaichona.ac.id – Selasa sore hari tanggal 23 Agustus 2022, sekitar pukul 15.30 wib, sivitas akademika STAI Syaichona Moh. Cholil (STAIS) mendapat berkah dan kehormatan dengan kedatangan Syaikh Ahmad Amin bin Syaikh Sa’duddin Salim Al-Murad As-Suri, salah satu ulama Makkah al-Mukarramah sekaligus mursyid Thariqah Syadziliyah. Syaikh Amin, demikian sapaan akrab beliau, datang ke lokasi kampus baru STAIS bersama beberapa tokoh ulama Bangkalan, antara lain KH. Fakhruddin Aschal dan KH. Moh Nasih Aschal.
Semula kedatangan Syaikh Amin hanya untuk berkunjung dan membacakan doa keberkahan di atas pondasi bangunan utama kampus baru. Namun, karena beliau ternyata low profile dan banyak memberikan kisah-kisah penuh hikmah, acara pun berkembang menjadi majlis ta’lim. Tidak hanya itu, para hadirin dan hadirat juga memanfaatkan pertemuan itu untuk meminta doa keberkahan untuk hajat masing-masing.
Sebagai nasihat, beliau berpesan agar semua yang berkhidmah di kampus ini, baik sebagai pengajar, mahasiswa, atau lainnya, berniat untuk ikhlas hanya mengharap ridho Allah SWT. Sementara untuk wasiat, pertama-tama adalah untuk bertaqwa kepada Allah dalam keadaan sembunyi-sembunyi dan terang-terangan. Kemudian untuk menyucikan hati dengan banyak berdzikir. Membersihkan hati dari segala macam penyakit seperti iri, dengki, permusuhan, kemarahan, kesombongan, dan juga rasa cemburu yang berlebihan. Dari poin terakhir yang mengundang banyak perhatian hadirin, rupanya wasiat beliau dikembangkan lebih panjang lagi.
Rasa cemburu yang berlebihan, lanjut Syaikh Amin, merupakan pertanda dari penyakit hati dan hawa nafsu. Itu timbul dari rasa tidak terima terhadap ketentuan Allah, qadha’ dan qadar-Nya. Seorang mukmin sejati, pasti menerima segala petunjuk dari Allah dan Rasulullah saw. Serta bersungguh-sungguh dalam jihad an-nafs, yaitu berjuang melawan hawa nafsu dari dalam diri.
Selanjutnya Syaikh Amin menceritakan kisah para sahabat yang mulia, yang namanya tetap abadi sejak sebelum mereka diciptakan, yaitu sudah ada di Injil, Taurat, dan Zabur, dan selalu abadi hingga hari akhir nanti. “Mengapa para sahabat mendapat kemuliaan seperti itu?” para hadirin terdiam. Lalu beliau melanjutkan, “Mereka menjadi insan mulia bukan karena shalatnya yang khusyuk, bukan karena puasa, haji dan zakatnya. Melainkan karena ada satu sifat dalam diri mereka, yaitu al-itsar.”
Syaikh Amin mengutip Surah Al-Hasyr ayat 9 yang artinya: “Mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin)atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan.”
Itsar adalah memprioritaskan kepentingan saudaranya atas dirinya sendiri. Saudara yang dimaksud beliau bukan hanya saudara kandung, melainkan saudara seiman. Sebagaimana orang-orang Muhajirin oleh Rasulullah SAW. dipersaudarakan dengan kaum Anshar. Cerita pun bergulir kepada kisah Abdurrahman Bin Auf yang dipersaudarakan dengan Ar-Rabi’, sehingga diberikan rumah, harta, bahkan istri. Singkat cerita, dari berkah itsar inilah seorang Abdurrahman bin Auf yang ketika menikah hanya mampu memberi mahar secuil emas sebesar biji kurma, yang beratnya hanya sekitar 10 gram, tetapi ketika wafatnya mewariskan bongkahan emas yang ketika dipotong-potong oleh 10 lelaki sejak fajar hingga maghrib belum selesai juga.
Dalam kesempatan senja yang indah tadi, Syaikh Amin secara khusus mendoakan agar STAIS ke depan membuka banyak prodi, bukan hanya prodi keagamaan saja, tetapi juga prodi umum seperti kedokteran, ilmu komunikasi, transportasi, dan banyak lagi. Syaikh juga berdoa agar jumlah mahasiswa menjadi berlipat-lipat, bahkan mencapai delapan puluh ribu orang, dengan ribuan pengajar yang alim. Lokasi STAIS pun didoakan agar semakin meluas, dari tiga hektar menjadi 10 hektar, bahkan lebih.
Tak lupa beliau berpesan agar para mahasiswa belajar dengan rajin, melawan hawa nafsunya, hingga berhasil dan lulus menjadi orang sukses. Para dosen pun diharap mengajarkan hal-hal yang baik-baik, sehingga pahala ajarannya terus mengalir hingga ke alam barzakh, bahkan hingga ke akhirat, dan dinikmati di surge yang abadi.
Di akhir pertemuan, Ketua STAIS yang akrab dipanggil Ra Nasih berjanji akan mengundang Syaikh Amin ketika gedung-gedung STAIS sudah berdiri nanti. Jawaban Syaikh sungguh di luar dugaan, karena beliau bersedia kapan pun jika dirindukan. Jangankan dua bulan lagi, dua hari lagi pun insyaAllah beliau siap datang jika diminta.
Demikian gurauan beliau dengan Ketua STAIS yang diamini oleh para hadirin.
Sepanjang acara, Syaikh Amin berkomunikasi dengan menggunakan Bahasa Arab fushah. Agar dialog dan majlis ta’lim berjalan lancar, dari pihak STAIS mendapuk Dr. Fera Andriani Djakfar, Kaprodi Pendidikan Bahasa Arab (PBA) sebagai penerjemah dari Bahasa Arab ke Bahasa Indonesia dan sebaliknya.
Masih terngiang di telinga hadirin, Syaikh Amin tak henti berdoa untuk kampus baru STAIS: ya Muyassir yassir… wahai yang Maha Memudahkan, mudahkanlah. Ya Mudabbir… dabbir. Wahai Yang Maha Mengatur, aturlah. Wassi’, ya Robb, wassi’… luaskanlah ya Allah, luaskanlah.
Aamiin…!
Penulis: Dr. Fera Andriani Djakfar, Lc., M.Pd.I