Taujihat Ra Muhammad bin Thoifur Ali Wafa di Wisuda STAIS ke IX

Staisyaichona.ac.id – Alhamdulillah, segala puji bagi Allah atas segala perkenan-Nya mengumpulkan kita dalam barisan

حفلة التخرج الشريعة شيخنا محمد خليل

Shalawat dan salam semoga tercurah kepada junjungan kita Rasulullah Muhammad shallallahu alaihi wa sallam, segenap keluarga dan sahabat beliau, segenap keturunan dan para penerus perjuangan beliau hingga hari kiamat nanti. Saudara-saudara segenap wisudawan.

Seperti yang anda ketahui bahwa di hidup ini kita akan mengalami beberapa fase kehidupan. yang mana dari fase tersebut kita di tuntut serta di pertanggungjawabkan oleh Allah Saw untuk melakukannya dengan baik.
الا كلكم راع وكلكم مسؤل عن رعيته

Di antara fase tersebut adalah fase dalam mencari ilmu.

Sebagai umat manusia kita ditakdirkan oleh Allah menjadi makhluk yang berakal dan makhluk yang beradab. Maka dari itu kita di wajibkan untuk mengisi akal dan waktu kita dengan fase keilmuan (طلب العلم فريضة على كل مسلم ) yang mana dari fase keilmuan tersebut akan melahirkan sebuah peradaban yang baik dan menjadikan manusia sebaik-baiknya makhluk di sisi Allah subhanahu wataala
يرفع الله الذين امنوا منكم والذين اوتوا العلم درجات

Dalam fase ini, yaitu mencari ilmu. Harus dengan adanya kegiatan dalam diri kita dan nasyat (semangat) serta ijtihad yang sangat tinggi. Seperti yang di katakan dalam nadhom al-Imriti:
اذ الفتى حسب اعتقاده رفع # وكل من لم يعتقد لم ينتفع

Juga selama masa mencari ilmu ini diharuskan adanya arahan para masyayikh dan asatidz yang akan menyambungkan sanad keilmuannya kepada Rasulullah Saw. selama mengikuti arahan para masyayikh dan asatidz akan tercipta akhlak yang baik pula. Seperti menimbulkan rasa sabar, bersyukur, tawakkal dan qona’ah, bukankah dahulu Syaikhona Muhammad Kholil memilih jalan zuhud serta qona’ah?

Selaras dengan perkataan Imam Malik
لن يصلح آخر هذه الامة الا بما صلح به اولها

Dan juga perkataan Imam Syafi’i
اخي لن تنال العلم الا بستة # سانبيك عن تفصيلها ببيان

‎ذكاء وحرص واجتهاد وبلغة # وصحبة استاذ وطول زمان

Yang kedua adalah fase kesadaran dan kemandirian bagi orang berilmu.

Dalam problematika kehidupan, kita akan selalu di tantang dengan sesuatu yang baru. Bahkan setiap hari, setiap bangun tidur, kita dituntut untuk mengambil resiko dan kepututsan dalam kehidupan kita ini.Kesadaran dan kemandirian seseorang yang berilmulah akan sangat berperan dalam hal ini.

Contoh: saat kita di pertemukan dengan permasalahan fiqh, misal pada saat haji dan umroh. Kita akan di hadapkan dengan permasalahan mubtilatul wudlu’ saat towaf.

Karena banyaknya lalu lalang ajnabiyah di mathaf harom syarif, sehingga kita menyadari bahwa menurut ulamaul huffadz, kita adalah orang awam yang bodoh sehingga diperbolehkan mengambil keputsan untuk taqlid kepada imam yang mudawwan di madzahibul arba’ah dalam satu hukum, seperti hanafiyul madzhab yang berijtihad bahwa:
‎اللامس والملموس غير مبطلة للوضوء ولو بشهوة

Dalam contoh tersebut menggambarkan bagaimana kemandirian seseorang yang berilmu sehinnga bisa bermanfaat bagi dirinya, bahkan mungkin untuk orang lain.

Atau saat kita di pertemukan dengan perbedaan manhaj dalam berdakwah, maka kita harus hati-hati dalam hal ini. Jangan sampai terikut arus sehingga melupakan pedoman-pedoman pokok yang telah di ajarkan oleh masyayikh kita.

Perbedaan manhaj dakwah harus kita hormati, selama mereka berada dalam jalur ahlussunnah wal jama’ah.

Bukankah dahulu al-Hajjaj Assaqofi pernah menolak untuk bermakmum pada Ibnu Umar hanya karena pernah تأخير الصلاة sedangkan pada saat itu dia adalah rujukan banyak sohabat? Akan tetapi pada saat itu al-Hajjaj selalu menghormati keputusan Ibnu Umar.

Akhinal kurama’ para santri dan wisudawan yang saya muliakan, pada hari ini kita sedang melewati fase kelulusan dalam mencari ilmu di Pondok Pesantren Syaichona Moh. Cholil yang mana kelulusan ini tidak bisa menjadi tolak ukur bagi kesuksesan para pencari ilmu. Karena mencari ilmu itu من المهد الى اللهد

Setelah ini, anda akan di hadapankan pada kehidupan yang lebih sulit yaitu terjun kepada masyarakat dan ini adalah pelajaran yang sesungguhnya.

Berijtihdlah dengan sungguh-sungguh karena kalian adalah warisan para Nabi, warisan para masyayikh dan sebuah gambaran bagi pondok pesantren/universitas Syaichona Muhammad Cholil.

Di katakan oleh kyai Maimun Zubair bahwa tolak ukur kesuksesan manusia di dalam menuntut ilmu itu tak bisa lepas dari angka tujuh.

Tujuh yang pertama tamyiz makanya di kitab fiqh
ويؤمر ذو صبا ذكرا وأنثى مميز. بان صار يأكل ويشرب وحده يجب كل من ابويه ان يأمر به ويضرب لعشر

yang mana ini عشر disini masuk pada tujuh kedua.

Tujuh kedua baligh, artinya dalam umur lima belas sudah harus mandiri dalam berpendidikan.

Tujuh ketiga dewasa yaitu 21 sudah harus pintar, semua dasar-dasar sudah harus di kuasai.

Tujuh keempat yaitu 28 harus masuk kuliahan artinya dalam pendidikan sudah harus mandiri.

Tujuh kelima yaitu di umur 35 sudah dalam pendidikan doktoral artinya bisa praktek sendiri di lapangan.

Dan tolak ukur kesuksesan manusia adalah saat umur 40 tepatnya pada tujuh yang tujuh kalinya.

‎(وَوَصَّیۡنَا ٱلۡإِنسَـٰنَ بِوَ ٰ⁠لِدَیۡهِ إِحۡسَـٰنًاۖ حَمَلَتۡهُ أُمُّهُۥ كُرۡهࣰا وَوَضَعَتۡهُ كُرۡهࣰاۖ وَحَمۡلُهُۥ وَفِصَـٰلُهُۥ ثَلَـٰثُونَ شَهۡرًاۚ حَتَّىٰۤ إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُۥ وَبَلَغَ أَرۡبَعِینَ سَنَةࣰ قَالَ رَبِّ أَوۡزِعۡنِیۤ أَنۡ أَشۡكُرَ نِعۡمَتَكَ ٱلَّتِیۤ أَنۡعَمۡتَ عَلَیَّ وَعَلَىٰ وَ ٰ⁠لِدَیَّ وَأَنۡ أَعۡمَلَ صَـٰلِحࣰا تَرۡضَىٰهُ وَأَصۡلِحۡ لِی فِی ذُرِّیَّتِیۤۖ إِنِّی تُبۡتُ إِلَیۡكَ وَإِنِّی مِنَ ٱلۡمُسۡلِمِینَ)
[Surat Al-Ahqaf 15]

Akhirul kalam, semoga dalam berkhidmah pada ilmu ini kita sesuai dengan para masyayikh. Semoga kita bisa menjaga hati, pikiran dan perasaan untuk menjaga kemurnian pengabdian kita terhadap ilmu dan para masyayikh.

Semoga wisudawan STAI Syaichona Moh. Cholil di berikan kesuksesan dan diberkahi oleh Allah subhanahu wata’ala.

Disampaikan oleh: Lora Muhammad bin KH. Thoifur Ali Wafa pada saat acara Wisuda STAIS Bangkalan ke IX.

Sabtu, 10 April 2021.

Pos terkait