Staisyaichona.ac.id – Tahun ajaran baru sudah dimulai. Mahasiswa baru (Maba) yang penasaran dengan dunia perkuliahan, maupun mahasiswa lama (Mala) yang cukup puas berlibur panjang, tentunya sama-sama ingin segera belajar kembali. Semua tentunya sedang berada di puncak semangat. Agar spirit itu terus terpupuk, penulis ingin memberikan sedikit lagi pencerahan untuk semuanya, melalui sejarah Andalusia.
Pada tahun 711 M., Thariq Bin Ziyad membawa 7000 pasukan menyeberangi selat Gibraltar menuju Andalusia (kini disebut Spanyol). Dia mempunyai misi untuk menaklukkan Roderick, seorang pemimpin yang lalim. Thariq Bin Ziyad mengetahui kelalimannya atas laporan dari Musa Bin Nushair, pemimpin kaum muslim di Afrika utara, yang sekaligus meminta bantuan pasukan Islam untuk menghentikan kekejaman Roderick.
Musa pun menyiapkan bantuan 5000 pasukan, sehingga total jumlah tentara muslimin saat itu 12 ribu personel, berhadapan dengan pasukan Roderick yang berjumlah 100 ribu.
Thariq Bin Ziyad mempunyai strategi yang di luar dugaan untuk mengalahkan musuh. Dia bangun kekuatan itu dari dalam mental pasukannya, yaitu dengan membakar kapal-kapal laut mereka sendiri beserta segala perbekalan di dalamnya. Maka07, tidak ada pilihan lain selain maju dan merebut kemenangan. Tidak ada cara untuk pulang, karena kapal telah dibakar. Tidak ada pula waktu bermalas-malasan dan menunda perang, karena bekal telah dimusnahkan.
Dengan kekuatan mental yang telah dibangun sedemikian rupa itu, kaum muslimin pun dapat menaklukkan Cordova, Granada, Malaga, Toledo, kemudian menguasai seluruh tanah Andalusia hingga 800 tahun. Dalam masa keemasan itu muncullah banyak ilmuwan yang hingga kini namanya terus dikenang, dan karyanya tetap mendapat berkah dan bermanfaat untuk umat manusia, seperti Al-Qurthubi.
Itulah kisah sukses kaum muslimin dalam menguasai Andalusia.
Namun kita juga harus belajar dari kekalahan yang terjadi 800 tahun setelah kemenangan yang gemilang itu. Para ahli menyimpulkan bahwa penyebab kemunduran kaum muslimin, bahkan berakhir dengan kekalahan tragis, bersumber dari 3 hal.
Pertama, hubbud dunya atau cinta dunia yang ditandai dengan bermewah-mewahan.
Kedua, takut mati sebagai akibat kecintaan yang luar biasa pada dunia tadi. Ketiga, terjadinya perpecahan di dalam kalangan umat Islam sendiri.
Apa yang bisa kita pelajari dari kisah Andalusia tersebut? Kita bisa memetik hikmah, bahwa sumber keberhasilan dalam perjuangan antara lain: totalitas dalam perjuangan, taat pada pemimpin yang adil, dan manajemen waktu yang tepat.
Dari kisah jatuhnya Andalusia pula kita di dunia akademik hendaknya mewaspadai beberapa hal: kecintaan pada foya-foya dan kesenangan semu, takut capek sehingga mengerjakan segala tugas sekedarnya tanpa target maksimal, dan adanya perpecahan alias ketidak-kompakan dalam sebuah komunitas.
Jatuh bangun dalam kehidupan dunia itu biasa, akan tetapi jangan sampai jatuh karena kelalaian yang dipelihara terus-menerus. Bismillah, perbaiki niat untuk masa depan lebh cerah.
Dr. Fera Andriani Djakfar, Lc., M.Pd.I (Bunda Kaprodi)
Artikel dilansir dari website https://persmastais.com/ dengan judul Belajar dari Andalusia (Sambutan Selamat Datang untuk Maba dan Mala)