Sebuah renungan untuk mahasiswa dari pegiat literasi.
Ironis! sini Kak, Dik, mungkin kamu belum sadar akan urgennya sebuah tulisan walaupun hanya sepenggal. Kau boleh bayangkan ketika tulisan mu dibaca seseorang dan mereka jadikan itu sebuah motivasi diri padahal tulisanmu hanya sepenggal tadi, apakah kamu tidak bangga?
Apalagi saat kamu sudah wisuda dimana orang-orang disekelilingmu melihat kamu mengenakan toga, siapa sih yang tidak bangga. Akan tetapi kamu belum sadar bahwa kamu wisuda tanpa sebuah karya. Jangan bangga kalau mengerjakan skripsi saja tidak bisa. Kamu hanya copy-paste, atau kamu beli dengan sebuah harga.
Untuk apa kamu kuliah selama 4 tahun itu jika pada akhirnya kamu membuat hal sedemikian rupa. Sudahlah tidur saja kamu dirumah, kamu hanya butuh gelar sarjana bukan?
Tibalah saatnya kamu pada fase pengangguran. Kamu boleh sombong selangit, tapi cukup langit-langit kampus saja. Setelah kamu lulus, kamu itu siapa? Kamu tak punya karya lalu apakah kamu masih mau bangga? Betul kamu lulus sarjana tapi ragamu seperti telah lulus sementara, pikiranmu terpenjara di dalamnya karena kamu bukan mahasiswa yang sesungguhnya.
Silahkan bantah tulisan ini Kak, Dik. Tetapi kalian tidak boleh bantah kenyataan. Seperti halnya sebuah ramalan yang tidak mungkin terjadi, kecuali kamu telah mengalami.
Ayo Kak, Dik, sadari budaya literasi dari situ kamu akan menjadi orang yang berprestasi dan mengispirasi baik orang lain apalagi diri sendiri.
Saat kamu lulus sarjana kamu tak perlu resah, gelisah, bahkan gundah karena kamu tidak diterima di perusahaan yang kamu inginkan. Buat apa kamu kuliah bertahun-tahun lamanya hanya jadi seorang pekerja. Orang yang bekerja tidak harus lulus sarjana. Kalau kamu tetap begitu, apa bedanya dengan yang tidak punya pendidikan.
Gini Kak, Dik, jadilah mahasiswa yang sesungguhnya, budayakan literasi dan bangkitkan semangat motivasi diri. Tidak usah repot-repot mau kerja dimana, mau kerja apa, di perusahaan mana. Kamu bisa memperoleh uang dengan cara tidak bekerja yang kamu perlukan hanya budaya membaca dan menulis, sudah itu saja.
Lalu kamu implementasikan dengan sebuah karya. Itulah profesi paling mulia, kamu hanya menyediakan bolpen, buku, diam di rumah mau kerja kapan saja tidak ada orang yang memarahimu. Ketika kamu tidak bekerja, kamu tetap punya kesibukan dan penghasilan bukan? Kamu kerja di sebuah perusahaan, gajimu berapa? Jerih payahmu berapa? Keluarga yang kamu tinggalkan di rumah bagaimana?
Kak, Dik, kenapa kalian tidak sadar-sadar akan sebuah goresan tinta walaupun secuil ujung pena. Tulisan itu mahal Kak, Dik. Seseorang yang luar biasa itu adalah penulis. Ketika menulis, seseorang dituntut untuk berfikir dan dalam berfikir dibutuhkan untuk membaca. Lalu masih kah kalian ragu akan hal itu? Lihat pula seorang yang sukses dalam menulisnya, seperti Habiburrahman El Shirazy, Asma Nadia, Shibel Erslan dan masih banyak penulis lain yang karya-karya mereka dengan goresan-goresan tangan emas merekalah bisa menggugah hati seorang pembaca.
Saat kamu lulus ada dua pilihan. Kamu berhasil mengnispirasi dengan sebuah karya, atau kamu malah jadi pekerja dengan segala upaya dan usaha tapi gajimu tidak seberapa. Tinggal kalian renungkan hal itu.
Oleh: Luluk Illiyah (Mahasiswi STAIS Prodi Ekonomi Syariah)